Tiga Program Prioritas Badan Pengembangan dan Perlindungan Bahasa Kemendikbudristek
By Abdi Satria
nusakini.com-Mataram-Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) E. Aminudin Aziz menyampaikan tiga program prioritas Badan Bahasa pada kuliah umum di Aula Kampus Universitas Muhammadiyah Mataram, Nusa Tenggara Barat, dengan tema Arah Baru Politik Bahasa, pada Kamis, (16/6). Tiga program prioritas tersebut yaitu Literasi Kebahasan dan Kesastraan, Pelindungan Bahasa dan Sastra, dan Internasionalisasi Bahasa Indonesia.
Literasi Kebahasan dan Kesastraan, kata E. Aminudin Aziz, sesungguhnya berbicara tentang segala macam yang terkait dengan penggunaan kapasitas intelektual manusia. “Ketika kita diberikan atau disajikan teks atau nonteks, lalu kita bisa membacanya secara kritis, kemudian kita menggunakan untuk kecakapan hidup kita, itu adalah literasi. Jadi ketika kita berbicara literasi sesungguhnya berbicara tentang seluruh kepentingan hidup kita,” jelas Kepala Badan Bahasa.
Sementara itu, berbicara tentang Pelindungan Bahasa dan Sastra, kata Aminuddin, Indonesia memiliki 718 bahasa daerah, dan Provinsi Papua memiliki bahasa daerah yang paling banyak yaitu 428 bahasa. “Status bahasa daerah saat ini per tahun 2019, 11 bahasa daerah sudah punah dan terjadi penurunan tingkat vitalitas bahasa. 21 bahasa sudah mengalami kerentanan terancam punah,” ungkapnya.
Untuk itu, bahasa daerah atau bahasa ibu berfungsi emotif. Artinya, kata Aminudin, bahasa daerah sebagai pengungkap rasa, memiliki fungsi politis, memiliki fungsi estetis, memiliki fungsi medis, dan fungsi ekonomis. “Bahasa daerah bisa dipakai untuk membuat karya-karya sastra daerah, ada sastra lisan, ada sastra tulis, seperti pantun dan sebagainya. Bahasa daerah ini adalah kekayaan kita bangsa Indonesia, karena ada pengetahuan dan ada kearifan lokal,” tuturnya.
Selanjutnya, berbicara Internasionalisasi bahasa Indonesia, lanjut Aminudin, ada satu pasal dalam Undang-undang Nomor 24 tentang keharusan bahasa Indonesia dipromosikan menjadi bahasa internasional. “Bahasa Indonesia memperkaya diri dengan meminjam, mengambil bahasa-bahasa dari bahasa daerah di seluruh Indonesia, serta ditambahkan bahasa-bahasa asing seperti bahasa Belanda, Cina, Arab, Jepang, Korea, dan berbagai macam bahasa asing lainnya,” tuturnya.
Bahasa Indonesia, lanjut Aminudin, merupakan pengayaan dari bahasa daerah dan pengayaan dari bahasa asing. Bahasa asing adalah bahasa yang bisa digunakan dalam pendidikan dan menjadi sumber bagi pengayaan bahasa Indonesia. Untuk itu, terkait bahasa Indonesia akan terus diperjuangkan menjadi bahasa internasional. “Ini adalah politik baru kita, melalui perencanaan bahasa Indonesia, antara lain perencanaan status, perencanaan korpus, perencanaan pemerolehan, dan perencanaan wibawa/pemartabatan,” jelas Kepala Badan.
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram, Arsyad Abd. Gani dalam sambutannya menjelaskan bahwa materi kuliah umum arah baru politik bahasa sangat penting untuk menyiapkan calon pendidik yang mempunyai keterampilan berbahasa agar mengemban amanah mulia di tengah masyarakat dalam mendidik generasi bangsa. "Ketika saya membimbing skripsi mahasiswa itu yang paling banyak masalah adalah persoalan bahasa. Seperti mengatur tata bahasa, Saya melihat mahasiswa itu masih banyak kelemahan,” ungkap Rektor Arsyad saat membuka secara resmi kuliah umum.
Arsyad juga menjabarkan bahwa hubungan bahasa dengan masyarakat menjadi kajian menarik untuk memberikan deskripsi keterkaitan aspek kebahasaan, sosiologi, bahkan politik. “Kajian kebahasaan sosiolinguistik untuk membedah diplomasi kebahasaan tampaknya tak sampai menyentuh kerangka strategi interaksi dan interrelasi yang berkaitan dengan negara. Sementara itu, kajian sosial politik berada dalam ruang lingkup kajian mata rantai politik dan masyarakat serta struktur politik tanpa melibatkan aspek linguistik,” tuturnya.
Oleh karena itu, untuk membedah arah baru politik bahasa, lanjutnya, perlu pendekatan baru, agar dapat mengupas berbagai fenomena terkait diplomasi kebahasaan tersebut. “Semoga kuliah umum ini, kita sebagai civitas akademika di lingkungan UMM dapat memahami berbagai fenomena kebahasaan dalam ruang lingkup kajian mata rantai arah baru politik bahasa dan dapat kita implementasikan dalam pengajaran dan pendidikan bahasa Indonesia di perguruan tinggi,” pungkasnya.
Dalam kuliah umum ini, turut hadir Kepala Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat, Retno Hardiningtyas; Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Guru Sekolah Dasar, serta Dosen dan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram. (rls)